9 Golongan Yang Gugur Atasnya Kewajiban Puasa.

Sahabat Pena Muslim! Pada hakikatnya ibadah puasa disyariatkan bagi setiap muslim yang beriman. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183

Namun, dengan hikmah dan kasih sayang Allah Ta’ala kepada hambanya, Allah memberi keringanan kepada beberapa golongan dari kaum muslimin, sehingga kewajiban puasa tidak dibebankan kepada mereka. Sungguh ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mudah dan menginginkan kemudahan kepada hambanya, dan bukan agama yang sulit untuk menyulitkan umatnya.

Allah berfirman:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ “

…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (Al-Baqarah/2: 185)

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“…Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” (Al-Maa-idah/5: 6)

Siapakah mereka? Dan kewajiban apa yang harus mereka lakukan ketika tidak berpuasa?

Setidaknya ada 9 golongan dari kaum muslimin yang tidak  Allah wajibkan baginya untuk berpuasa, mereka adalah:

1. Anak Kecil.

Anak kecil yang belum sampai umur baligh[1] tidak diwajibkan atasnya puasa di bulan ramadhan, Rasululullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

رُفِعَ القَلَم عَنْ ثَلَاثَة : عَنِ الصَّبِي حَتّى يَبْلُغ ، وعَن المَجْنُون حَتَّى يَفِيْق ، وعَنِ النَّائِم حَتَّى يَسْتَيْقِظ

“Pena diangkat (kewajiban tidak diberlakukan) terhadap tiga (golongan), terhadap anak kecil hingga ia baligh, orang gila hingga ia sadar (sembuh), dan orang  tidur sampai ia bangun.” (HR. Abi Daud dan Ibnu Majah).

Walaupun anak kecil tidak diwajibkan atasnya berpuasa, namun hedaknya para orang tua membiasakan dan melatih anak-anaknya untuk berpuasa, walaupun hanya setengah hari, agar ia terbiasa untuk berpuasa nantinya. Karena ketaatan harus dengan latihan.

Tetapi jika hal itu memberatkan atau membahayakan baginya, maka mereka tidak harus melakukannya. Karena kekhawatiran mudarat pada fisiknya lebih utama untuk dicegah.

2. Orang Gila.

Orang gila adalah orang yang telah hilang akal dan kesadarannya, maka golonga tidak diwajibkan atasnya berpuasa. Karena syarat setiap ibadah adalah berakal dan sadar.

Rasululullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

رُفِعَ القَلَم عَنْ ثَلَاثَة: … وعَن المَجْنُون حَتَّى يَفِيْق…

“Kewajiban tidak berlaku kepada tiga golongan: …(Salah satunya) Orang gila sampai ia sadar…”

Maka orang gila selama akal dan kesadarannya telah hilang maka tidak wajib atasnya puasa, tetapi apabila kesadarannya kembali  maka ia wajib puasa.

3. Orang Tua Yang sampai Taraf Pikun.

Orang tua yang sampai taraf pikun, tidak bisa membedakan lagi apa-apa, maka kewajibannya puasa atasnya terangkat, artinya ketentuan syariat tidak dibebankan lagi kepadanya.

Posisi orang tua yang telah pikun, seperti anak kecil yang belum sampai umur tamyiz (bisa membedakan hal baik dan buruk). Maka golongan dengan kriteria ini,  tidak diwajibkan ibadah apapun untuknya, sehingga ia tidak perlu menqadha ataupun membayar fidyah.

4.Orang Sakit yang penyakitnya bisa disembuhkan.

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185).

Perlu di garis bawahi, bukan semua jenis penyakit dapat mengangkat kewajiban syari’at puasa. Namun, jenis penyakit yang mana jika ia berpuasa dapat menyebabkan sakitnya bertambah parah, atau akan menjadi lama sembuhnya, atau ditakukan penyakitnya kambuh kembali jika ia berpuasa, maka dalam kondisi sakit seperti ini kewajiban puasa atasnya telah gugur, dan dimakruhkan atau bahkan diharamkan jika ia tetap berpuasa.

Namun, walaupun kewajiban puasa atasnya telah gugur, tetap ia harus menggantinya atau menqadha di hari lain di luar Ramadhan, ketika penyakitnya sembuh.

Adapun dengan penyakit yang ringan tidak mempengaruhi kesehatan tubuhnya, seperti; flu ringan, batuk, bisul, maka kewajiban puasanya tetap berlaku, seperti kaum muslimin lainnya.

5. Orang Yang Dalam Perjalanan (Musafir).

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185).

Bagi orang yang dalam perjalanan jauh, maka ia mendapatkan keringanan untuk tidak menjalankan syariat puasa. Pada dasarnya orang yang dalam perjalanan jauh kewajiban puasanya tetap ada dan tidak gugur, namun syariat memberinya keringananan atau biasa disebut dengan Rukhsoh,sehingga jenis hukumnya bersifat Ikhtiyari  atau pilihan.

Artinya Musafir bisa memilih dalam menjalankan ibadah puasa sesuai dengan kondisi tubuhnya. Jika ia kuat maka ia boleh berpuasa, jika tidak maka ia bisa tidak berpuasa, tetapi ia wajib untuk meng-qadhanya di luar Ramadhan sesuai dengan hari yang ditinggalkannya.

Namun jika ia mendapati kondisi tubuhnya stabil; tidak merasa lemah atapun tidak terbebani dengan ibadah puasa, maka yang lebih utama ia tetap menjalankan puasa seperti biasanya. Karena kewajiban dalam ketaatan lebih baik disegerakan. Dan ini sesuai dengan praktek Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, ketika beliau dalam perjalanan jauh. Abu Darda’ Sahabat Nabi bercerita:

Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di beberapa safarnya pada cuaca yang cukup panas. Sampai  orang-orang meletakkan tangannya di kepalanya untuk melindungi kepala kami dari teriknya panas matahari. Kebanyakan dari kami tidak ada yang berpuasa. Kecuali  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja dan Ibnu Rowahah yang berpuasa ketika itu.” (HR.Muslim)

6. Wanita Dalam Keadaan Haid Dan Nifas


Haid adalah darah yang dikeluarkan oleh wanita setiap bulannya atau biasa disebut dengan menstruasi. Adapun Nifas adalah darah yang dikeluarkan oleh seorang wanita setelah selesai melahirkan. Maka perempuan yang mengalami keadaan seperti ini tidak diwajibkan atasnya berpuasa, bahkan diharamkan baginya untuk berpuasa, namun ia harus menggantinya di luar Ramadhan seseuai dengan hari yang ditinggalkannya.

Ummul Mukminin Aisyah Radhiallahu’anha menjelaskan: “Dahulu kami juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk men-qadha’ (menggantikan) puasa dan tidak diperintahkan untuk men-qadha’ (menganntikan) salat’.” (HR. Bukhari Muslim).

7. Wanita Hamil Dan Menyusui.

Wanita hamil apabila ia khawatir terhadap dirinya atau janin yang berada dalam kandungannya, dan wanita menyusui takut atas bayinya, misalnya: takut kurangnya susu untuk bayinya, maka boleh baginya untuk tidak berpuasa, dan hal ini tidak ada perselisihan di antara para ulama.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ

Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla meringankan setengah shalat untuk musafir dan meringankan puasa bagi musafir, wanita hamil dan menyusui.”(HR.Abu Daud dan lainnya).

Namun, terdapat perselihan antara ulama pada masalah; Apa kewajiban yang harus dilakukan atas ibu hamil dan menyusui, apakah ia harus men-qadha atau harus membayar fidyah? Pendapat paling kuat yang kami yakini pada wanita hamil dan menyusui jika ia tidak berpuasa, baik khawatir atas dirinya ataupun karena atas bayinya, bahwa ia cukup membayar fidyah kepada org mislkin sesuai dengan hari yang ditinggalkannya, dan tidak menqadhanya.

Pendapat ini dikuatkan oleh dua sahabat Nabi Abdullah Ibnu Abbas dan Ibnu Umar, Ibnu abbas berkata:

أنت بمنزلة الكبير لا يطيق الصيام ، فأفطري وأطعمي عن كل يوم نصف صاع من حنطة

“Engkau (wanita hamil) seperti orang tua yang tidak mampu berpuasa, maka berbukalah dan berilah makan kepada orang miskin setengah sho’ gandum untuk setiap hari yang ditinggalkan.”

Poin penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa wanita hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa jika ia memang merasa berat dan kesulitan, atau merasa khawatis baya atas dirinya dan anaknya, tetapi apabila ia tidak merasa bahaya dan kesulitan bagi dirinya dan anaknya maka lebih baik ia berpuasa seperti kamu muslimin lainnya.

8. Orang Tua Renta Dalam Keadaan Lemah.

Orang tua yang sudah lemah, tidak mampu lagi untuk berpuasa, maka syari’at puasa atasnya telah gugur dan tidak ada qadha baginya. Namun, kepada mereka harus membayar Fidyah yaitu memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan.

Allah berfirman:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Dan atas orang-orang yang tidak mampu menjalankan syariat puasa, maka ia wajib membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (Al-Baqarah: 184).

9. Orang Sakit Yang Tidak Ada Harapan Sembuh.

Begitu pula orang sakit yang tidak kunjung sembuh, kewajiban puasa atasnya telah gugur dan tidak ada Qadha baginya, Namun ia harus membayarnya dengan fidyah setiap hari yang ditinggalkan. Karena orang sakit yang tidak ada potensi untuk sembuh,  sama seperti  posisi orang tua yang lemah.

Allah berfirman:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Dan atas orang-orang yang tidak mampu menjalankan syariat puasa, maka ia wajib membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (Al-Baqarah: 184).

Allah juga berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَاۗ

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (Al-Baqarah: 286).

Wallahua’alam Bis-Shawaab.

Baca Juga: Ramadhan Tiba, Apa Yang Harus Dilakukan?


[1]. Umur baligh adalah tanda seorang anak telah menuju kedewasaan dan mengalami berbagai perubahan baik secara fisik atan emosional. Tidak ada batasan usia yang spesifik untuk umur baligh,ulama berbeda pendapat untuk batasan umur minimalnya, sebagian mengatakan: minimal di umur 9 tahun, atau umur 12 tahun, atau di umur 15 tahun

1 Reply to “9 Golongan Yang Gugur Atasnya Kewajiban Puasa.”

  1. Abdurrahman berkata:

    Baarakallah fiikum

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

scroll to top