Panduan Belajar Penuntut Ilmu. #02

Pada tulisan ini kita akan melanjutkan pembahasan selanjutnya, yaitu panduan belajar bagi penuntut ilmu.

Berusaha Mempelajari Segala Cabang Ilmu.

Sebagian orang hanya berkecukupan dengan ilmu tertentu saja, sehingga dia merasa puas dengan apa yang sudah diraihnya. Padahal dia mampu untuk mempelajari ilmu yang lain, seandainya saja dia mengkajinya maka akan lebih sempurna pemahaman dia terhadap syari’at Allah.

Ibnu Jauzi berkata, “Menggabungkan antara ilmu satu dengan ilmu lainya merupakan hal yang terpuji.”

Ibnu Wardi berkata, “Ambilah sebagian ilmu dari setiap cabangnya, janganlah kamu bodoh terhadapnya. Karena orang yang merdeka itu (tabiatnya) bersemangat untuk mengetahui rahasia-rahasia.”

Syeikh Muhammad bin Mani’ berkata, “Tidak pantas bagi orang yang memiliki keutamaan untuk meninggalkan suatu ilmu bermanfaat yang bisa membantu dia dalam memahami Al-Qur’an dan Sunnah.”

Metode belajar agar menguasai semua cabang ilmu

Dua hal yang harus diperhatikan:

  1. Mendahulukan ilmu terpenting dari yang penting.
    Semua ilmu itu penting untuk dikaji, namun sebagiannya ada yang lebih penting dari sebagian yang lain. Seperti halnya ilmu Aqidah dan Ilmu Mantiq (logika), tentunya ilmu Aqidah jauh lebih penting dari pada ilmu Mantiq.
  2. Mendahulukan mukhtashar (ringkasan) dari setiap ilmu.
    Salah satu peninggalan berharga yang diwariskan oleh para ulama terdahulu ialah ringkasan-ringkasa ilmu. Contoh, ilmu nahwu itu sangat luas, sehingga untuk menguasainya membutuhkan waktu cukup lama. Maka para ulama meringkas ilmu tersebut menjadi beberapa lembar yang mencangkup intisari dari ilmu itu.

Setelah selesai mengkaji ringkasan-ringkasa tersebut, maka naik ke level selanjutnya yaitu takhasus (konsentrasi) dan mendalami ilmu yang disukainya.

6. Memanfaatkan Masa Muda.

Belajar diusia tua sangat berbeda dengan belajar diusia muda.

Imam Ahmad berkata, “Tidaklah aku samakan masa muda kecuali dengan suatu benda pada lengan baju yang kemudian terjatuh.”

Maksudnya belajar diusia tua itu cepat jatuh dan tidak bisa bertahan lama, bagikan benda yang diletakkan pada lengan baju.

Sedangkan belajar di saat masih muda itu lebih cepat untuk dipahami dan juga lebih kuat melekat pada jiwa.

Hasan Al-Bashri berkata, “Belajar di waktu kecil bagaikan mengukir diatas batu.”

Dan ukiran diatas batu tentunya sangat kuat dan lebih melekat dibandingkan mengukir di atas benda lain

Ada nasehat indah yang ditujukan untuk para generasi muda kaum muslimin, “Ketahuilah wahai pemuda, manfaatkanlah masa mudamu maka ketika tua orang-orang akan memuji kesungguhan mu.”

Maksudnya disaat kamu menginjak usia tua nanti, kamu akan bahagia terhadap ilmu yang kamu raih saat masih muda.

Hal ini bukan berarti orang yang sudah tua tidak bisa belajar. Bukankah para sahabat Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam banyak yang memulai belajar setelah beranjak usia tua?

Sebagian ulama juga ada yang memulai belajarnya setelah masuk usia tua. Seperti Al-Qaffal rahimahullah seorang ulama besar dalam madzhab Syafi’i, beliau terlambat dalam belajar dan memulainya sekitar umur 40 th.

Kenapa usia muda lebih ditekankan? Karena masa muda itu hatinya masih kosong, belum banyak terbebani dengan tanggung jawab. Berbeda dengan halnya orang tua yang dipenuhi banyak kesibukan serta tanggung jawab.

7. Tidak tergesa-gesa dalam belajar.

Sesungguhnya ilmu itu diraih dengan bertahap, sedikit demi sedikit, sehinga seseorang tidak dapat mempelajari semua ilmu dalam satu waktu; karena hati itu lemah, sementara sifat ilmu adalah berat.

Allah berfirman, “Sesungguhnya kami akan berikan kepada mu perkataan yang berat.” (QS. Muzammil.)

Perkataan berat yaitu Al-Qur’an. Padahal Al-Qur’an sudah dijamin oleh Allah atas kemudahannya, maka bagaimana dengan ilmu yang lain?

Dengan sebab inilah Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur. Allah berfirman,

وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ ٱلْقُرْءَانُ جُمْلَةً وَٰحِدَةً ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِۦ فُؤَادَكَ ۖ وَرَتَّلْنَٰهُ تَرْتِيلًا

“Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al-Furqon:32).

Ayat ini merupakan dalil atas wajibnya bertahap dalam menuntut ilmu serta tidak tergesa-gesa didalamnya.

Makanya para ulama menasehati agar penuntut ilmu memulai belajarnya dengan matan Mukhtasar pada setiap ilmu, baik menghafal maupun memahami. Usahakan menjauh dari buku yang besar; karena hal itu dapat membahayakan dirinya.

Coba saja bayi berusia satu tahun di kasih ayam bakar, tentunya hal itu akan membahayakan dirinya, minimal merusak organ tubuhnya ; karena lambung tersebut belum mampu mengolah Ayam bakar. Ada ungkapan, “Makanan orang dewasa adalah racun bagi anak-anak.”

Mungkin ada yang berkata, “Kenapa tidak boleh, padahal kecerdasan saya mampu untuk memahami kitab besar.”

Kita katakan:
Masalahnya bukan di faham atau tidak faham, hanya saja anda belum memiliki perangkat sempurna untuk bertamasya di ranah kitab besar, sehingga apa yang anda baca akan sedikit manfaatnya, bahkan bisa membuat ilmu anda tidak beraturan.

Kita saksikan bersama bahwa orang yang tergesa-gesa dalam belajar pasti dia tidak tahan lama, karena sesungguhnya dia membebani hatinya diluar kemampuannya.

Sama halnya dengan badan kita, jika ingin memperkuat badan ini maka tidak mungkin memulai push up langsung 100 kali. Tp harus bertahap, misal sekarang dua kali, besok empat kali dst. Dua bulan kemudian insya Allah mampu untuk melakukan push up 100 kali.

Ada nasehat yang sangat bagus dari para ulama Syinqith,

“Jika kamu ingin meraih ilmu, maka selesaikanlah. Dan jauhi ilmu yang lain sebelum kamu menyelesaikannya. Jangan mempelajari berbagai macam ilmu pada satu waktu; karena sesungguhnya bayi kembar tatkala ingin keluar bersama (dari farji ibunya) maka tidak akan bisa keluar.”

Ada juga ungkapan, “Berdesakkannya ilmu-ilmu (pada satu waktu) bisa menyesatkan pemahamannya.”

8. Bersabar.

Setiap perkara yang agung tidak bisa diraih kecuali dengan bersabar. Terlebih lagi cita-cita yang tinggi, tentunya harus bersabar dalam proses meraihnya. Maka dari itu, bersabar sangat diperintahkan untuk meraih ilmu.

وَٱصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِٱلْغَدَوٰةِ وَٱلْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُۥ

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.” (QS. Al-Kahfi:28).

Yahya bin Abi Katsir ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Itu adalah majlis fikih.”

Seseorang tidak mungkin mendapatkan ilmu kecuali dengan bersabar, karena dia harus pergi kesana-kemari mencari ulama agar bisa belajar kepadanya, bahkan terkadang harus safar ke negara lain.

Yahya bin Abi Katsir juga berkata, “Ilmu itu tidak bisa diraih dengan jiwa yang suka beristirahat (santai).”

Maka kesabaran merupakan suatu kelaziman bagi seorang penuntut ilmu, baik saat mengambil ilmu maupun menyampaikan ilmu. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa penuntut ilmu disaat melewati proses belajar maka dia harus menghafal, mengulangi pelajaran, berdiskusi dengan teman-teman dan menjaga hak seorang guru. Begitu juga ketika terjun di dunia dakwah, dia harus bersabar ketika menyampaikan ilmu kepada orang lain, duduk dengan murid-murid, dan bersabar atas kesalahan mereka. Dan itu semua butuh kesabaran.

Jika anda sudah bisa bersabar, maka bersabarlah diatas kesabaran tersebut (teguh).

Allah berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱصۡبِرُواْ وَصَابِرُواْ

Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu. (QS. Ali-Imran:200)

Dengan hal itu, anda akan meraih kesuksesan serta kemuliaan.

Syeikh Shalih Al-Ushaimi Hafidzahullah berkata,

“Sesungguhnya keteguhan itu sangat sedikit yang bisa melakukannya, padahal dengan keteguhan itulah seseorang akan meraih suatu kemuliaan.”

Baca juga: Catatan penuntut ilmu 03

Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah kepada kita.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

scroll to top